Author Archives: amilakhairina

Perbedaan NPV dan IRR

Standard

Net Present Value (NPV)
NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor. Kriteria NPV agar proyek dikatakan layak untuk dilaksanakan adalah jika nilai NPV>0. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan benefit dari proyek yang direncanakan .Apabila net present value atau NPV ini positif berarti investasi tersebut menguntungkan sebab dalam hal itu berarti terdapat sisa hasil di atas pengeluarannya, sedangkan apabila negatif berarti tidak menguntungkan.

Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan NPV = 0 (nol). Jika IRR > SOCC maka proyek dikatakan layak. Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung dulu NPV1 dan NPV2 dengan cara coba‐coba. Jika NPV1 bernilai positif maka discount factor kedua harus lebih besar dari SOCC, dan sebaliknya. Dari percobaan tersebut maka IRR berada antara nilai NPV positif dan NPV negatif yaitu pada NPV = 0.

ANALISIS KRITERIA INVESTASI (Net Present Value, Present Value, Internal Rate of Return, Social Oppurtunity Cost Of Capital)

Standard

Net Present Value

            Net Present Value atau biasa dikenal dengan NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan sosial opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini. Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang, tingkat bunga yang relevan juga perlu ditentukan untuk menghitung nilai sekarang. Selain itu untuk menghitung NPV juga diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat / benefit dari proyek yang direncanakan.

Kriteria NPV :

NPV > 0 (nol) → usaha/proyek layak (feasible) untuk dilaksanakan

NPV < 0 (nol) → usaha/proyek tidak layak (feasible) untuk dilaksanakan

NPV = 0 (nol) → usaha/proyek berada dalam keadaan BEP dimana

TR=TC dalam bentuk present value.

Present Value

Berbeda halnya dengan NPV, Present Value atau biasa disingkat PV digunakan untuk untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai dimasa datang. Untuk menghitung PV bisa menggunakan fungsi pv() yang ada dimicrosoft excel. Terdapat lima parameter yang ada dalam fungsi pv(), yaitu :

  1. Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.
  2. Nper, jumlah angsuran yang dilakukan.
  3. Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.
  4. Fv, nilai akan datang yang akan dihitung nilai sekarangnya.
  5. Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.

Perbedaan yang mendasar antara fungsi NPV dan PV bisa terlihat dari nilai-nilai yang digunakan, PV mengharuskan semua nilai sama, sedangkan NPV nilai-nilai bisa bervariasi. Selain itu PV juga bisa digunakan pada awal atau akhir periode dari suatu aliran kas.

Internal Rate of Return

          Internal rate of return (IRR) atau sering juga disebut secara singkat sebagai rate of return merupakan suatu indeks keuntungan (profitability index) yang telah dipergunakan secara luas dalam analisis investasi proyek industri. IRR juga dapat didefinisikan sebagai suatu interest rate yang membuat nilai sekarang dari aliran kas proyek industri menuju nol. Dengan demikian IRR merupakan suatu interst rate yang membuat nilai NPV sama dengan nol.

Social Oppurtunity Cost Of Capital

            SOCC (Social Oppurtunity Cost Of Capital) ini sangat berhubungan dengan IRR, hubungannya yakni sebagai berikut :

  • IRR > SOCC maka proyek dikatakan layak
  • IRR = SOCC berarti proyek pada BEP
  • IRR < SOCC dikatakan bahwa proyek tidak layak.

Untuk lebih memahami hal-hal diatas, bisa dilihat pada contoh soal dibawah :

Pimpinan perusahaan akan mengganti mesin lama dengan mesin baru karena mesin lama tidak ekonomis lagi, baik secara teknis maupun ekonomis. Untuk mengganti mesin lama dibutuhkan dana investasi sebesar Rp 75.000.000,‐. Mesin baru mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun dengan salvage value berdasarkan pengalaman pada akhir tahun kelima sebesar Rp.15.000.000,‐. Berdasarkan pengalaman pengusaha, cash in flows setiap tahun diperkirakan sebesar Rp.20.000.000,‐ dengan biaya modal 18% per tahun. Apakah penggantian mesin ini layak untuk dilakukan apabila dilihat dari PV dan NPV?

Jawaban:
DF 18%
P = P + A (P/A,i,n) + F (P/F, i, n)
P = -75.000.000 + 20.000.000 (P/A, 18%, 5) + 15.000.000 (P/F, 18%, 5)
P = -75.000.000 +62.544.000 + 6.556.500
P = -5.899.500
DF 14%
P = 20.000.000 + 20.000.000 + 20.000.000 + ….. + 20.000.000 + 15.000.000
(1 +0,14) (1 + 0,14)2 (1 + 0,14)3 (1 + 0,14)5 (1 + 0,14)5
P = 1.754.3859 + 15.389.350 + 13.499.430 + 11.841.605 + 10.387.373 + 7.790.529
P = 76.452.146 – 75.000.000 = 1. 452.146
DF 24%
P = 20.000.000 + 20.000.000 + 20.000.000 + ….. + 20.000.000 + 15.000.000
(1 +0,24) (1 + 0,24)2 (1 + 0,24)3 (1 + 0,24)5 (1 + 0,24)5
P = 16.129.032 + 13.007.284 + 10.489.745 + 8.459.471 + 6.822.154 + 5.116.616
P = 60.024.302 – 75.000.000
P = – 14.975.698

Kesimpulan : semakin besar diskon faktor yang dikenakan, gagasan usaha (proyek) tidak layak diusahakan, apabila tetap dijalankan maka akan mengakibatkan kerugian.

Review : Wawasan, Tantangan, dan Peluang Bisnis Agrotechnopreneur Indonesia

Standard

Amila Khairina (240210100018)

 

Judul : Wawasan, Tantangan, dan Peluang Agrotechnopreneur Indonesia

Penulis : E. Gumbira-Sa’id

Penerbit : IPB PRESS

Tahun Terbit : April 2010

Tebal : 179 halaman

Bagaimana menjadi seorang Agrotechnopreneur yang mampu bersaing dan bertahan di era globalisasi seperti saat ini? E. Gumbira Sa’id dalam buku berjudul” Wawasan, Tantangan, dan Peluang Agrotechnopreneur Indonesia” hadir untuk memberikan pandangan dan jawaban atas pertanyaan fundamental diatas.

Disaat persaingan bisnis global yang semakin kompetitif, ditambah keterbatasan sumber daya, serta implementasi berbagai kebijakan pemerintah dalam skala internasional, regional, maupun lokal, telah menarik perhatian masyarakat dunia. Berbagai strategi dilancarkan oleh para pelaku bisnis untuk memenangkan persaingan.

Dari segi bisnis, para pelakunya selalu mengutamakan proftabilitas yang tinggi, serta berusaha memperoleh peningkatan pangsa pasar. Di lain pihak, konsumen mengutamakan atribut-atribut manfaat fungsional dari sebuah produk, mutu, keselamatan dan kesehatan, estetika penampilan, masa guna (durability) dan kenyamanan, janji-janji teknologi, serta jaminan mutu dari produk-produk yang dibelinya.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah banyak orang kaya ataupun maha kaya, tetapi tidak mau melakukan kegiatan filantropis, bahkan alergi dengan perguruan tinggi yang selalu dianggap sebagai lembaga yang arogan dalam ilmu pengetahuan serta peminta dana dan derma untuk membiayai acara-acara sosialnya. Padahal dengan menjadi filantropis pada era globalisasi ini orang atau lembaga tersebut secara otomatis akan terangkat harkat dan martabatnya.

Agribisnis kini diandalkan karena dua alasan sederhana. Pertama, komoditas atau produk yang dihasilkan adalah bahan utama yang diperlukan oleh manusia, baik berupa pangan, sandang maupun papan, sehingga masih berpeluang untuk mendapatkan pasar. Investasi pada agribisnis dan agroindustri yang pada dasarnya dilakukan dalam bentuk rupiah, berpeluang besar untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk US dollar, apabila komoditas atau produk yang dihasilkan dapat dijual di pasar global. Para pelaku agribisnis dan agroindustri harus mampu mencermati perjalanan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, karena tanpa berbekal pengetahuan yang memadai, investasi tidak dapat dijamin keberhasilannya.

Dengan model kajian ilmiah serta kasus-kasus yang dipaparkan didalamnya, buku ini memberikan solusi yang dianggap “manis” yakni dengan adanya pengalaman-pengalaman dari para Agrotechnopreneur ASEAN dengan segala kiat-kiat dan keberhasilan dalam membangun bisnisnya, serta penjelasan mengenai peluang bisnis Agrotechnopreneur Indonesia lengkap dengan permasalahan dan solusinya, membuat masyarakat Indonesia semakin tertantang untuk membacanya. Karena Indonesia mempunyai banyak peluang bisnis di bidang pertanian.

Buku terbitan IPB PRESS ini juga menyinggung masalah globalisasi dan problematika pendidikan pertanian professional dengan segala kompetensi spesifik yang dapat membangun kompetensi agrotechnopreneurship. Isinya sangat kontekstual dengan permasalahan yang ada pada era global ini.

Buku ini juga layak dibaca oleh mahasiswa untuk menambah wawasannya mengenai peluang usaha di bidang pertanian. Dengan adanya penjelasan yang kompleks diharapkan buku ini mampu memberdayakan segala peluang bisinis yang belum sepenuhnya dimanfaatkan di Indonesia terutama dalam bidang pertanian. Dan juga agar terlahir para Agrotechnopreneur Indonesia yang mampu bersaing dan membawa nama baik Indonesia ke pasar global.

Hello world!

Standard

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.